Bab 266
Bab 266
Ruang Untukmu Bab 266
Leave a Comment / Ruang Untukmu / By Admin 01
Bab 266 Malam itu, mereka makan malam bersama. Jodi terlihat penuh keringat karena dia baru saja bermain-main sampai puas. Melihat NôvelDrama.Org holds text © rights.
ini, Elan mengacak-acak rambut anak itu dan berkata, "Jodi, apa kamu suka rumahku?” "lya!" ujar Jodi dengan mulut penuh makanan.
Tasya hanya bisa tertawa melihat sikap Jodi.
Baguslah kalau begitu, Jodi menyukai rumah dan makanannya! Setelah makan malam, Tasya memandikan Jodi.
Setelah mandi dan mengeringkan rambutnya, Jodi terlihat semakin tampan saja.
Tasya sudah menyiapkan mainan Lego untuknya, jadi Jodi bermain dengan Legonya di kamar.
Sementara itu, Tasya kembali ke kamarnya dan berdiri di depan jendela besar dengan pemandangan kota di malam hari.
Gemerlap kota di kejauhan dan samar-samar tertutup pepohonan di hutan, membuatnya semakin indah.
Tasya kembali ke kamar Jodi sekitar pukul 9.30 malam dan Tasya hanya tertawa kecil saat melihat Jodi yang tertidur di sofa sambil
memegang mainan Lego.
Dia tengkurap di sofa dan kakinya menyentuh lantai.
Tasya pun menggendong Jodi, membaringkannya di tempat tidur, mengatursuhu pendingin ruangan, lalu mengecup kening Jodi.
Setelah itu, Tasya mematikan lampu kamar dan keluar.
Tepat saat dia keluar, dia berpapasan dengan Elan yang baru saja keluar dari ruang kerjanya.
Dia bertanya dengan suara lirih, "Apa Jodi sudah tidur?" "lya, dia sudah tidur," jawab Tasya lirih saat dia menatapnya.
Raut wajah Elan nampak kelelahan karena bekerja, membuat sosoknya sedikit berbeda dari sosok Elan yang selalu rapi.
"Anda juga harus segera tidur, Pak Elan," ujar Tasya sebelum dia masuk ke kamarnya.
Tapi, saat dia akan menutup pintunya, Elan membuka pintu kamarnya dan Tasya tidak bisa menahan Elan.
Dia terintimidasi dengan sosok Elan.
Jantung Tasya berdegup kencang, karena Elan masih bersikap sama seperti saat dia ada di rumahnya, begitu juga sekarang.
Elan sama sekali tidak berubah, ya!! "Apa Anda membutuhkan sesuatu, Pak Elan?" tanya Tasya mencoba untuk bersikap tenang.
"Kamu belum mengucapkan selamat malam padaku.” Itu hanya alasan saja!
Tasya pun berkata, "Selamat malam."
Elan hanya tersenyum mendengarnya.
"Apa kamu takut padaku?" tanya Elan sambil duduk di sofa dan menyilangkan kakinya.
"Apa kamu takut kalau aku akan memakanmu?" "Anda bukan monster, Pak Elan.
Anda tidak akan makan manusia." ujar Tasya pura-pura tidak tahu.
"Kamu salah.
Aku bisa saja melakukannya." ujar Elan.
Tasya sadar kalau dia tidak bisa mengusir Elan keluar, jadi dia hanya duduk di tepi tempat tidur menghadap Elan.
"Pak Elan, saya dan Ayah saya sangat berterima kasih pada Anda.
Dan kami akan membalas kebaikan Anda nanti." Tanpa dia sadari, keluarganya sudah berhutang budi pada Elan.
"Kamu tidak perlu membalas kebaikanku, tapi kalau kamu memaksa, aku mau..." Mata Elan menatap lekat pada Tasya.
Sosok Tasya seperti sekuntum bunga mawaryang baru saja mekar di malam hari dan fitur wajahnya yang oval itu semakin menonjolkan
kecantikannya dan membuatnya terlihat memukau.
Kecantikan Tasya sangat sempurna.
Bahkan dengan ataupun tanpa riasan, dia sudah bisa menarik perhatian lelaki manapun! Sementara itu, Tasya menatap Elan penuh rasa
ingin tahu, menunggu Elan melanjutkan perkataannya.
"Aku mau kamu." ujar Elan.
Wajah Tasya memerah mendengarnya, sekaligus menyesal karena penasaran dengan perkataan Elan.
Kenapa dia menginginkanku?! Dasartukang gombal! Tasya tahu kalau dia harus memaksa Elan keluar dari kamarnya sekarang.
"Sekarang sudah malam, Pak Elan.
Lebih baik Anda beristirahat." Tentu saja, Elan tahu kalau Tasya akan berkata seperti itu.
Jadi, dia berdiri dan berpamitan sebelum pergi.
Tasya menghela napas lega saat dia melihat pintu kamarnya tertutup.
Tapi, memangnya kenapa dia merasa takut? Apa dia takut kalau Elan akan bertindak gegabah atau takut karena dia akan jatuh cinta pada
Elan? Kalau saja dia belum punya anak, atau seandainya saja insiden lima tahun lalu tidak terjadi, dia pasti akan mencintai Elan sepenuh
hatinya-cinta sehidup semati.
Sekarang, dengan Jodi di sisinya, dia tidak punya waktu untuk yang namanya 'cinta' Bukan karena dia tidak percaya pada orang lain, tapi
karena dia punya tanggung jawab sebagai orangtua.