Chapter 5: 04. Kenalan Baru
Chapter 5: 04. Kenalan Baru
Author’s POV
Chloe berjalan ke perpustakaan, mencari sudut yang bisa ia tempati dan jauh dari mahasiswa-
mahasiswa lainnya. Ia tidak mengajak siapapun, bahkan Jocelyn saja dia tidak ajak. Ia ingin
menghabiskan waktunya sendirian.
“Bingo,” ujarnya saat dia menemukan tempat yang ia inginkan. Fasilitas perpustakaan Universitas ini
sangat luas dan cukup lengkap, sehingga cukup strategis untuk orang seperti Chloe yang ingin
bersembunyi sebentar, sebelum ia pulang.
Chloe mengeluarkan bindernya, beserta pensil dan penghapus. Ia ingin menggambar sesuatu saat ini
karena mood nya sedang bagus. Chloe membuka ponsel pintarnya untuk mencari referensinya
menggambar dan tidak lama, dia mendapatkannya.
Belakangan ini, kehidupannya dia merasa sedikit gelap, maka dari itu dia pasti akan melukis sesuatu
yang sedikit dark. Chloe sangat menyukai menggambar, baginya dengan menggambar, ia bisa
mengekspresikan perasaannya saat ini.
“Wah, gambarmu bagus banget,”
Gadis itu sedikit terperanjat ketika mendengar suara Gavin yang entah darimana ia bisa tahu letak
gadis itu berada. Chloe kembali melukis,”Thanks,” © 2024 Nôv/el/Dram/a.Org.
Lelaki itu berjongkok, untuk menyamakan tingginya dengan gadis itu,”Kau sepertinya multitalenta ya,”
Pandangan Chloe tidak lepas dari gambar yang ia kerjakan,”Tidak juga,”
“Aku yakin, kau juga pasti suka menulis kan?”
Goresan tangan gadis itu berhenti, ia menoleh pada Gavin sejenak, sebelum dia kembali lagi
melanjutkan gambarnya,”Begitulah,”
Gavin masih berada di samping gadis itu hingga ia selesai menggambar. Pria berparas tampan ini
sangat menikmati goresan demi goresan yang Chloe garis untuk mengarsir object yang ia gambar.
Tidak lama setelahnya Chloe menyudahi karyanya dan gadis itu langsung bangkit berdiri dan
melenggang pergi, meninggalkan Gavin tanpa sepatah kata apapun. Sebenarnya lukisan itu belum
sepenuhnya selesai, ini semua karena ia tidak nyaman ketika Gavin berada disampingnya
“Hah… aku masih ingin melanjutkan gambarku…” batin gadis itu, yang melihat-lihat tempat yang
kosong untuknya melanjutkan pekerjaannya. Ia tidak bisa menyangkal kesenangannya ketika ia
mendapat spot lain yang menurutnya sangat pas untuk ia menggambar disana. Hanya saja, ketika dia
berjalan ke spot itu, Jocelyn tiba-tiba menghadang langkahnya,
“Sudah kuduga kau ada disini,” ujar gadis itu berkacak pinggang.
Chloe mengatap gadis itu dengan bingung,”Memangnya kenapa?”
Tanpa basa basi, Jocelyn langsung menarik tangan Chloe ke sebuah gazebo di depan perpustakaan
untuk mereka berbincang,
“Aku ingin tau, kenapa kau bisa semudah itu membiarkan Gavin masuk ke kelompok kita??”
“Ya karena kita memang kurang orang…?”
“Benarkah? Semudah itu?”
“Kau tidak suka kalau dia bergabung?” tanya Chloe blak-blakan.
“Eh tidak tidak. Aku cuman penasaran aja…”
Chloe masih mencerna jawaban yang ingin ia keluarkan dari mulutnya,”Entah. Aku hanya merasa tidak
ada salahnya kita memasukkan dia,”
Jocelyn terdiam sejenak, memikirkan apa ia harus bertanya apa yang ia pikirkan,
“Chloe, kamu tidak suka jadi pusat perhatian kan?”
Chloe mengangguk,
“Gavin, dia itu cukup dikenal loh,”
“Oh ya? Terkenal dengan apanya?”
“OMG kamu gatau?!” ujar gadis itu, kaget dengan ketidaktahuan Chloe.
“Untuk apa aku tahu?”
Jocelyn menepuk jidatnya,”Tampangnya Chloe, tampangnya! Dia itu prince charming tau tidak sih!?”
“Enggak,” katanya menggeleng,
“Enggak? Jadi apa yang kau tau?”
“Yang kutahu? Ya… makan, tidur dan kuliah,”
Jocelyn menggeleng-gelengkan kepalanya karena ketidakperdulian Chloe terhadap sekitarnya.
“Lalu bagaimana denganmu?” tanya Chloe balik,
“Aku? Kenapa dengan aku?”
“Aku yakin banyak yang mendekatimu saat ini kan?"
Gadis itu terdiam dan tertegun sejenak mendengar apa yang Chloe sangka kan padanya. Yang ia
pikirkan ialah bagaimana gadis itu bisa tahu?
“D-Darimana kau bisa tahu?”
“Banyak lelaki yang meminta kontakmu dariku,” ujar Chloe, yang mengundang kekagetan dari gadis
itu,
“B-benarkah?”
“Ya, dan aku cuekin saja mereka,”
Jocelyn tidak berani menatap Chloe. Ia menunduk sambil menggigit bibirnya,”Maaf sudah
merepotkanmu. Kau pasti risih kan…”
“Tidak masalah, aku juga tidak menggubris mereka,”
“Dan syukurnya mereka tidak memaksa,”
“Tapi… kalau kau benar-benar menolak mereka, kenapa masih ada juga yang menghubungiku?”
Chloe mengendikkan bahunya,”Entahlah, kita baru saja menjadi mahasiswa. Memangnya siapa saja
yang kau beri kontakmu?”
Jocelyn berpikir sejenak, sebelum ia membulatkan matanya,”Wilson. Iya kak Wilson. Dia pernah
meminta kontakku,”
“Lalu kau memberikannya?”
“I-iya. Soalnya aku emm rada takut gitu sama dia,”
Chloe menatap gadis itu yang masih memalingkan pandangannya. Ketika gadis itu sadar Chloe
memandangnya, Jocelyn mengalihkan pandangannya kepa Chloe. Seketika itu juga, Chloe membuang
pandangannya,”Lebih baik kau blokir saja mereka kalau kau risih,”
“T-tapi…”
“Kalau kau mau mereka menganggumu terus, then lanjutkan saja,”
Jocelyn berpikir lagi, disatu sisi dia tidak enakan dengan orang-orang itu, tapi dia juga tidak suka jika
para lelaki itu membahas hal yang tidak penting. Pada akhirnya dia memantapkan pikirannya,
mengambil ponselnya lalu benar-benar memblokir nomor-nomor itu. Chloe yang menyaksikan hal itu
tersenyum miring, bukan untuk mengejek tapi ia salut jika memang ada orang yang mau
mendengarkan perkataannya.
“Good job,” ujar gadis itu dengan senyuman tipis,
“Ah tidak-tidak. Aku rasa aku yang harus berterimakasih,”
Tidak membutuhkan waktu yang lama membuat mereka canggung kembali. Walaupun keduanya terus
bersama, tapi rasa canggung itu masih mengikuti mereka karena Chloe memang sepelit itu untuk
berbicara.
“Bagaimana kala-“ perkataan gadis itu berhenti ketika lelaki bernama Jeffry itu mendatanginya,
“Hey!” sapa Jocelyn pada sahabat kecilnya yang berkuliah di fakultas yang berbeda dengannya.
Setelah menyapa Jeffry, gadis itu baru tersadar jika ia memiliki Chloe disampingnya.
“Chloe, ini Jeffry,”
“Chloe? Cewek yang it-“ Jocelyn langsung menendang kaki pria itu sebagai bentuk peritahnya untuk
tidak membahas hal itu,
“Jeffry, ini Chloe,”
Keduanya berjabat tangan dan Jocelyn sedikit menepuk-nepuk tangannya, membayangkan jika
mereka bertiga bisa berteman baik,
“Sini duduk,” ajak gadis itu dengan antusias,
“Sorry, gak bisa nih. Bentar lagi ada kelas,” ujar pria itu dengan berat hati, Chloe menilik keduanya
yang terlihat sangat asyik berduaan. Sepertinya Jocelyn hampir melupakan keberadaannya,
“Terus maksudmu kesini buat apaan?”
“Ya nyapa aja hahaha,”
“Ih apaan sih, gak jelas,”
“Bilang aja kangen samaku, ya kan?”
“Eng-gak. Buat apa kangen sama manusia cerewet kayak lo?” gadis itu berdiri, mendekati pria itu lalu
mendorongnya pergi. Awalnya lelaki itu menolak, tapi setelah sekian lama, akhirnya lelaki itu pasrah.
Namun setelah itu, gadis itu kelelahan, padahal ia hanya mendorong sahabat karibnya itu. Ia
mengambil botol minumnya untuk mengobati kedahagaannya,
“Pacar mu”?
“PFFT,”gadis itu memuncratkan minumannya dan ia terbatuk batuk. Chloe merogoh tasnya dan
memberinya tisu,
“Mana mungkin lelaki kayak dia itu pacarku, kami sahabat tau!”
“Sejak kapan?”
“Sejak kami kecil. Dulu kami tetanggaan, tapi sekarang udah engga lagi semenjak-,” gadis itu
menghentikan perkataannya ketika sekelibat ingatan masuk ke dalam pikirannya,
“Pokoknya dia sahabat ku, tidak lebih dan kurang,”
“Apa kau menyukainya?”
Jocelyn tertawa sampai ia memukul kecil Chloe,”Menyukai apaan? Kami malah saling menghina tau
tidak?”
“Oh…” Chloe tidak tahu ingin berkata apa dan menurutnya juga tidak terlalu penting jika gadis itu
benaran pacaran dengan lelaki itu atau tidak.
“Bukan urusanku,” ujarnya.
Tidak lama setelah itu, Gavin menghampiri mereka dengan materi yang sudah ia catat selama mereka
bertiga bersama,
“Bolehkah aku bergabung?”
“Tentu saja,” ujar Jocelyn, memberikannya ruang untuknya duduk,
“Kita kan sudah menyusun materi kita nih, tapi kita perlu pembagian slide presentasi ni,”
“Okay… aku sih tidak masalah ada dibagian mana,”
“Kalau begitu kau sebagai moderatornya,”
“Aku?” tunjuk Jocelyn pada dirinya sendiri,
“Ya,”
Jocelyn menghela nafas berat,”Yaudah deh,”
Jocelyn merupakan gadis yang pemalu sebenarnya jika diperhadapkan di depan banyak orang, hanya
saja jika dia benar-benar menguasai materinya, keberaniannya pasti melebihi langit.
“Jadi yang akan menjelaskan hanya kalian berdua?”
Chloe menggeleng, “Kau akan menjadi moderator sekalian yang memulai materi. Setelah kami selesai
dengan presentasi kami, tentunya kau harus menutup presentasi,”
“Jangan lupa, kau harus mencatat para pertanyaan hahaha,” ujar Gavin kepada Jocelyn,
“Iya iya,”
“Presentasinya besok kan? Ih aku baru sadar loh!”
“Jadi, persiapkan dirimu,” ujar Chloe sambil menepuk pundaknya,
“Aku pasti bisa!” ujar Jocelyn dengan keberanian yang tinggi,