Wanita Rahasia CEO

Chapter 20



Chapter 20

Read Wanita Rahasia CEO by Blezzia Chapter 20 –

EDISI SPESIAL 20 – Sean & Via

Sean melirik jam tangan yang melingkar di lengan, setelah menunggu selama lima belas menit, barulah dia keluar dari mobil dan bergegas menuju tangga apartemen. Sengaja dia melambatkan langkah agar Via memiliki waktu lebih lama mempersiapkan diri.

Baru saja Sean memasuki koridor yang akan membawanya ke kamar gadis itu, saat tiba-tiba langkahnya terhenti dan mendapati seorang wanita mengintip dari apartemen di sebelah kamar Via.

“Apa kau kekasih Viania,” bisik wanita tersebut yang menunjukan sebelah wajah, dan hanya menunjukan satu mata saja, sedang bagian tubuh yang lain terhalangi pintu.

Sean menaruh jari telunjuk di bibir dan membuat wanita itu menutup mulut

dengan satu tangan sembari mengangguk, kemudian menutup pintu apartemennya kembali dengan pelan.

Setelah memastikan tidak ada interupsi dari tetangga sekitar, Sean pun mengetuk pintu kamar Via yang rapuh.

Dari posisinya berdiri, Sean tahu bahwa wanita itu biasanya mengintip dari celah kusen yang retak, membuat Sean semakin tidak senang. Namun, dia memilih untuk menutup mulut, daripada harus membuat Via semakin merasa tidak nyaman dengan keadaan apartemen yang kondisinya sudah seperti tempat penyiksaan.

Tidak butuh waktu lama, wanita itu pun membuka pintu dengan penampilan yang menunjukan seakan mereka hendak pergi berkencan.

Dalam hati. Sean merasa senang karena

Dalam hati, Sean merasa senang, karena itu artinya Via memiliki keinginan untuk membuat dia terkesan.

“Aku suka dengan warna bajumu, sangat serasi dengan matamu yang indah,” puji Sean yang seketika membuat Via menunduk malu. Belongs to NôvelDrama.Org - All rights reserved.

Dia mendekati wanita itu dan merapatkan sweater yang melindungi Via dari hawa dingin.

“Tunggu sebentar,” kata Via ketika dia teringat akan jas yang Sean tinggalkan.” Aku sudah melaundrinya,” ucap Via sembari melipat jas itu dengan rapi dan membawanya ke hadapan Sean.

Pria itu menerima jas pemberian Via dengan senyuman.

“Apa kau tidak ingin mengumpulkan baju -bajumu lebih dulu?” tanya Sean yang

seketika membuat Via terdiam.

Wanita itu merasa déjà vu, seakan mereka mengulang adegan beberapa hari yang lalu.

“Untuk apa aku melakukan … itu?”

Sebelah alis Sean naik ke dahi mendengar pertanyaan Via yang penuh keraguan.

“Bukankah aku sudah katakan akan membawamu ke apartemen di pusat kota?»

Via melirik ke dalam apartemen pribadinya, entah mengapa dia merasa ada ketakutan bila pindah bersama pria di hadapan.

“Tapi kita belum meluruskan sesuatu,” ucap Via sembari menatap Sean kembali.

Melihat betapa besar keraguan di mata Via, Sean pun tersenyum tipis dan

menarik wanita itu menjauhi pintu.

“Baiklah, kalau begitu kita membutuhkan tempat untuk membicarakan … sesuatu,” ucap Sean dengan tatapan teduh.

Pandangan Via jatuh ke tangan mereka yang saling menggenggam.

Ingatan di pantry membawa Via pada kejadian saat Devan menjabat tangannya. Saat itu rasanya Via ingin menjerit dan berlari menjauh, tetapi ketika Sean yang melakukannya, dia tidak merasa takut sama sekali, melainkan hanya kenyamanan dan getaran yang membuatnya ingin agar fisik mereka saling menyentuh.

“Kemana kau akan membawaku?” Via tahu bahwa apartemennya yang dingin tidak masuk dalam daftar tempat yang akan mria itu milih

akan pria itu pilih.

“Ke suatu tempat,” jawab Sean ambigu yang sama sekali tidak menjawab pertanyaan Via barusan.

Pemandangan kota New York di hadapan mereka membuat Via terpaku seketika. Dia belum pernah melihat kota New York di malam hari dari tempat setinggi ini, bahkan angin yang menyapa pipi beserta kulitnya membuat Via tersenyum bahagia.

Keduanya berada di rooftop sebuah gedung tinggi yang letaknya tepat di jantung kota New York.

“Kenapa kau membawaku ke sini?” tanya Via penasaran sembari menahan rambut yang diterbangkan angin malam.

Sean membantunya ikut merapikan anak

rambut yang berpencar dibawa angin ke segala arah, sehingga Via sedikit kesulitan melihat. Bila dia tahu seperti ini, lebih baik rambutnya diikat saja tadi. Namun karena ingin tampil menarik, rambut tergerai menjadi pilihan.

“Stupid hair,” bisik Via yang membuat Sean tertawa.

Wanita itu memang tidak bisa mengumpat dengan bahasa kotor, membuatnya semakin menggemaskan di mata Sean.

Karena tidak ada benda yang bisa digunakan, Sean pun melepas dasi birunya dan menjadikan benda itu pengganti ikat rambut.

“Aku ingin menjelaskan bagaimana hubungan ini akan berjalan,” ucap Sean sembari menyibak rambut Via dari leher

dan mengumpulkannya dalam genggaman.

Mendengar itu, Via pun menahan napas dan menunggu antisipasi akan penejelasan Sean berikutnya, tetapi sebelum pria itu berpikir bahwa Via wanita yang murah, lebih dulu dia meluruskan

“Aku tidak bisa kau beli, dan dijadikan mainan, lalu kau campakan.”

Perkataan Via menghentikan tangan Sean seketika. Pria itu mencondongkan tubuh, membuat punggung Via menyentuh dada Sean hingga keduanya hanya dibatasi oleh pakaian masing-masing.

“Bila aku memang begitu, untuk apa repot-repot memberikan perhatian padamu selama beberapa hari?”

Perkataan Sean membuat Via menoleh kearah pria yang berdiri di belakang, namun napasnya tercekat begitu menyadari bahwa sejak tadi kepala Sean tepat di dekat wajah hingga mereka nyaris berciuman.

Ujung bibir Sean melengkung membentuk senyum yang tipis, dan pria itu semakin mendekatkan wajah mereka sampai-sampai hidung keduanya saling beradu.

“Percayalah padaku, Baby, aku pasti akan langsung memberimu penawaran untuk tidur denganku, atau setidaknya … kita sudah tidur di malam pertama aku membawamu ke apartemen.” Sean

sengaja mengecup pucuk hidung Via, hingga kelopak mata wanita itu terpejam. “Untuk apa menahan diri selama itu disaat aku bisa saja melakukan semua dengan cara mudah.”

Kelopak mata Via membuka kembali, dan dia dapat melihat dengan jelas bahwa Sean membuka diri tanpa ada yang ditutupi. Semua yang dia katakan adalah kejujuran. Bahkan, pria itu menahan wajah Via agar mata mereka dapat saling mengunci.

“Lalu, apa yang bisa kau tawarkan padaku?”

Sean diam sebentar, lalu dia pun menjawab; “Bagaimana bila kita menjalaninya lebih dulu? Untuk saat ini … no commitment, no wedding, no pregnancy.”

Keraguan masih terlihat jelas di mata wanita itu, sehingga Sean pun memutar tubuh Via agar keduanya bisa lebih mudah membaca ekspresi satu sama lain.

“Tinggallah di apartemen yang kemarin,”

ucap Sean sembari mengelus bibir bawah Via yang memerah, karena kebiasaan wanita itu yang suka menggigitnya ketika gugup. “Semua yang kau butuhkan tersedia di sana, dan kau tidak perlu mengkhawatirkan apapun. Akan tetapi …. aku menginginkan satu hal.”

Sean melarikan jemari telunjuknya di setiap lekuk leher Via, yang seketika mengirimkan sengatan listrik di sekujur tubuh wanita itu.

Mata Via terpejam sesaat ketika Sean menyentuh lembut tulang selangka Via dengan buku-buku jari, dan sentuhan itu pun turun hingga mendekati belahan dada. Tampaknya, pria itu sengaja menggoda tubuh Via dengan gerakan sensual yang membangkitkan gairah.

Via yang tanpa sadar hanyut akan sentuhan Sean, hanya menatap sayu pada

pria di hadapan dengan mata berkaca kaca yang terpejam beberapa kali. Tanpa sadar dia mengangkat kepala, seolah tubuhnya meminta Sean menyentuh lebih jauh.

“Apa itu?” tanya Via dengan suara serak, perlahan-lahan hilang kontrol diri.

“Merahasiakan hubungan ini dari semua orang,” ucap Sean sembari menarik wajah Via di antara kedua telapak tangan, sebelum akhirnya melumat bibir ranum yang menggoda sejak awal dia menginjakan kaki di depan pintu.

Next Chapter


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.