Bab 182
Bab 182
Bab 182
“Apa kamu akan mengatakan hal yang sama jika sepupuku yang mengejarmu?” Nando kembali bertanya dengan wajah cemberut, merasa sedikit terluka
Sesuatu melintas di benak Tasya ketika mendengar pertanyaan itu. Elan tidak pernah menjadi sosok pria yang patuh seperti Nando. Sebaliknya, dia memiliki karakter yang kuat dan sombong, agak seperti penjahat. Pria itu akan selalu mengabaikan penolakan dan peringatan darinya.
Melihat reaksi Tasya, Nando tidak bisa menahan rasa cemburu yang merayap di hatinya. Sepertinya Elan memang orang yang spesial bagi wanita itu.
Akhirnya, Tasya tetap tidak menjawab pertanyaan itu dan hanya bergumam, “Setelah makan siang, aku harus kembali ke kantor untuk rapat. Kamu juga harus melakukan renovasi.”
Di malam hari. Tasya pergi menjemput putranya sebelum didahului orang lain. Kalau tidak, pria itu akan membawa pergi putranya lagi.
Kali ini, dia berhasil menjemput Jodi. Dia bahkan membawanya ke mal dan berjalan–jalan di dekat kantornya. Selain itu, dia juga membeli pangsit untuk dimasak di rumah nanti. Namun, keuka dia sedang membelinya, bocah itu terus memintanya untuk membeli lebih banyak. “Ma, itu tidak cukup. Ambil lebih banyak lagi.”
“Ini sudah cukup. Bahkan lebih dari cukup untuk kita berdua,” sahut Tasya lembut.
“Tidak, masih belum cukup.” Jodi menggunakan sendok kecil dan terus mengisi pangsit beku ke dalam wadah. Dan akhirnya. Tasya membawa pulang sekantong besar pangsit beku. Karena mereka tidak mungkin memakan semuanya sekaligus, dia harus menyimpannya di lemari es.
Setelah mereka sampai di rumah dan ketika Tasya berada di balkon, Jodi mengambil ponselnya. Dia mencari nomor Elan, lalu dengan cepat mengirim pesan kepada pria itu. “Om Elan, avo datang ke sini untuk makan pangsit!”
Tentu! Aku sedang dalam perjalanan, balas Elan.
Bocah itu menyimpan kembali ponselnya dengan senang hati. Wah, Om Elan benar–benar akan darang!
Serientara itu, Tasya segera memasak pangsit ketika mulai larut malan.
“Ma, masak saja semua pangsit yang kita beli tadi!” Jodi mengingatkannya,
“Itu terlalu banyak Sayang kalau kita tidak bisa menghabiskannya”
“Aku bisa menghabiskannya. Aku ingin makan lima puluh pangsitl” seru Jodi tetap berkeras.
“Perut kecilmu itu tidak akan sanggup menampung lima puluh pangsit,” sahut Tasya sambil terkekch.
“Aku pasti bisa!” Jodi memasany wajah datar, dan kembali berkomentar, “Ma, masak saja semuanya ya?”
“Baiklah. Mama akan masak dua piring dulu. Nanti kalau tidak cukup, akan Mama masak lagi, oke?” Tasya akhirnya mengalah dan dia tersenyum.
“Oke, Mama harus janji ya masak lagi kalau kurang!” Mama harus masak lebih banyak lagi saat Om Elan sudah ada di sini nanti, pikir Jodi.
Setelah itu, Tasya pergi ke dapur untuk memasak pangsit. Sementara itu, Jodi terus menunggu dan menatap pintu sambil mendengarkan setiap langkah kaki di luar dengan saksama.
Sepuluh menit kemudian, sebuah pesan muncul ponsel Tasya. Bocah itu dengan cepat membacanya.
‘Buka pintunya
Jodi terkikik senang dan cepat–cepat memutar pegangan pintu. Setelah pintu dibuka, tampak Elan yang berdiri gagah di depan pintu. Pria itu berpakaian rapi dan tampak seperti baru saja keluar dari ruang pertemuan. Dia juga terlihat seperti seorang pria kuat yang berpengaruh dan berwibawa.
“Om Elan, malam ini kita akan makan pangsit.”
“Bagus sekali!” Elan tersenyum.
Sementara itu, Tasya yang keluar dari dapur untuk mengambil sesuatu dari lemari es, terkejut melihat sosok Elan di ruang tamu.
“K–Kenapa kamu di sini??” Matanya terbelalak karena terkejut.
“Ma, aku yang mengundang Om Elan untuk makan pangsit,” bocah itu menjelaskan atas nama Elan, karena takut Tasya akan marah.
Tasya menyipitkan matanya. Saat itulah dia baru mengerti alasan di balik tindakan Jodi yang bersikeras untuk membeli lebih banyak pangsit dan memintanya untuk memasak 50 buah pangsit sekaligus. Ternyata anaknya itu sudah memasukkan porsi untuk Elan sejak awal.
“Jangan salahkan dia. Aku yang memang ingin datang sendiri,” Elan segera menimpali.
Apalagi yang bisa Tasya lakukan kalau sudah begini? Pria ini bahkan sudah berada di sini. Exclusive content © by Nô(v)el/Dr/ama.Org.
“Baiklah kalau begitu. Lagi pula kita punya cukup pangsit.” Melihat tatapan polos putranya, dia jadi tidak tega untuk memarahinya.
Lagi pula bukankah ini hal yang baik ketika dia mengambil inisiatif untuk memikirkan orang lain? Ini menunjukkan bahwa dia telah menjadi anak yang lebih dewasa, pikirnya.
“Duduklah. Mama akan memasak pangsitnya dulu,” ujar Tasya, lalu kembali ke dapur.
Selanjutnya, hal pertama yang muncul di benak Jodi adalalı meminta izin Elan. “Om Elan, Mama akan menghadiri perjamuan dengan Kakek besok malami. Apa aku boleh pergi bermain–main ke rumah Om?”
“Kenapa? Apa kamu tidak ikut bersama mamamu?” tanya Elan.
“Tidak. Kata mama, aku akan tidak nyaman berada di sana karena akan ada banyak orang. Dia akan meminta Tante Maya untuk menjagaku, tapi aku lebih ingin menghabiskan waktu bersama Om.”
Previous Chapter
Next Chapter