Empat bayi Kembar Kesayangan Ayah Misterius

Bab 58



Bab 58

Bab 58

Villa Garden View, mang tamu.

Di dalam ruangan yang begitu luas bisa merasakan tekanan yang menegangkan.

Jonas memapah tubuh Samara, matanya menatap tajam pada Diana.

“Tante Diana, apa maksudmu ini?**

Sebelum sempat menjawab, suaminya Watson merangkul bahunya, dengan gaya tidak setuju berkata: “Jonas, ucapan Tantemu kurang jelas? Tangannya licin.”

“Kamu —”

“Tadi sudah minta maaf, Jonas, kamu minta keadilan apa lagi?” Watson bergaya seperti senior: “Lagipula, saya adalah putra kandung Pak Tua, juga merupakan anggota keluarga Gandhi, apakah kamu ingin membelol, membantu wanita jelek ini!”

LalII dan Dialo katil kallina Santal illullk [೧Lalid Indf cha, Shi0ALLಎ TITLಎri kesempatan untuk melampiaskan kemarahan.

Mereka juga tahu Jonas tidak mudah dihadapi, tetapi mereka tidak percaya Jonas akan bermusuhan dengan mereka hanya karena peristiwa kecil siraman teh

kepalan tangan Jonas mengetat, bermaksud maju mendekat.

Triapi kaki Jonas belum sempat melangkah, langan Samara menggenggam kepalan tangannya.

Tunggu dniar—”

=Sayalali wang yang mereka tindas Sam mengangkat kepalanya sedikit, matanya dingin jernih pertahaya bulan “Kamu tidak usah repot menghadapi mereka.” Content from NôvelDr(a)ma.Org.

Dibawah tatapan Jonas yang mengali peruya, Miyum keilmunul divului bibir S

.

Dia berjalan arah ja kopi dan mengambil cangkir teh, Lulu menghancurkan cangkir tel terubui, dan merungut pihan cangkir itu melanholi radehati Duna

Diana juga merupakan putra luarga kenglomerat, tidak pernah menghadapi situasi seperti ini, wat itu juga mundur beberapa langkah “Apa apa maumu?”

keterampilan

la din Sinan bavbav

ja, tetapi untuk makluadapi Diana yang lena

sangatlah cukup.

Saat ini juga—

Serpihan yang tajam sudah tertekan di leher Diana.

Diana ketakutan dan terbata-bata: “Kamu…kamu…mau membunuhku… kamu gila…”

Watson juga takut, tapi sepatah kata pun tidak keluar dari mulutnya.

Bibir merah Samara mengucapkan tiga kata.

“Tergantung suasana hatiku.”

Jonas juga terkejut dengan perubahan situasi seperti ini, tetapi dia tidak bermaksud campur tangan.

Dia hanya menonton, dan terkesima oleh sinar matanya yang dingin dan kejam.

Kemudian dia menambah tekanan di tangannya, sekujur tubuh Diana gemetar seperti daun-daun yang berguguran di musim gugur.

“Kalau tangan tergelincir karena licin, bagaimana, ya?”

Diana mendengar kata-kata ‘tangan licin, tadinya masih sok hebat, sekarang ketakutan.

“Jangan sampai tergelincir, saya…saya bersalah, saya seharusnya tidak menyirammu dengan air teh.”

“Akhirnya mengucapkan bahasa manusia?”

-Maaf…”

“Tidak terdengar.”

Jemari Samara menekan sedikit, leher Diana langsung robek, darah segar merembes keluar

Diana ketakutan.

Air matanya seperti kalung mutiara murahan yang terputus, berderai jatuh.

“Maal, maal, saya bersalah.”

***Saya seharusnya tidak menyiram air teh, uy seharusnya tidak menentawaimu, kumohon jangan menggunakan teng..”

Mendengar Diana mengucapkan kata-kata yang ingin didengarnya, dia melonggarkan

tangannya, dan melempar serpihan cangkir itu ke lantai

“Saya bukan anggota keluarga Gandhi, sehingga saya tidak akan merasa kasihan saat menghadapi kalian.”

Diana sangat ketakutan, terduduk lemas di lantai, tidak sanggup menggerak lagi.

Samara menginjak serpihan itu lalu meninggalkan Villa Garden View

Jonas segera mengejarnya, membisu, dengan diam berjalan disisinya.

“Banyak sekali hal aneh di keluarga Gandhi.” Samara cemberut, mengeluarkan isi hatinya

Kalau bukan karena Firman Gandhi dan Pak Tua Oscar adalah teman lama, lalu Oscar adalah penolongnya, dia benar-benar tidak ingin ikut campur urusan ruwet ini.

Jonas menatap sepasang mata Samara yang cerdas, terpaku.

Wanita itu memarahi keluarga Gandhi… apakah dia juga termasuk didalamnya?

Jonas membukakan pintu depan penumpang mobil sport Lamborghini, mempersilahkan Samara masuk.

Setelah duduk dengan baik, Jonas baru berjalan ke kursi pengemudi dan masuk, melihat wajah dan rambutnya masih terdapat sisa cairan, dia menarik beberapa lembar tisu dan memberikan kepadanya.

“Ya.”

Samara menarik keluar cermin dari papan pemisah, tetapi tidak menggunakan tisu membersihkan cairan di wajah.

Ujung jarinya dengan hati-hati membuka bagian pinggiran rambut, lalu sedikit demi sedikit mengopek topeng wajah yang penuh dengan bintik bintik-bintik.


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.