Bab 199
Bab 199
Bab 199
Sebelum kaki Samara menyentuh lantai, pergelangan tangannya ditangkap Widopo, lalu ditarik kembali ke tempat tidur.
“Tidak boleh pergi.” Ucap Widopo dengan tegas, “Malam ini menginaplah disini.”
Mendengar ucapannya, Samara sedikit tidak percaya dengan telingannya sendiri.
Sejak kapan orang gila ini berbaik hati, menahannya untuk menginap?
“Tidak usah.” Mata Samara bersinar, berkata terus terang, “Saya sudah bilang, sebelumnya saya menguping pembicaraanmu dengan sekretarismu, sekarang saya sudah menyembuhkanmu, hutang diantara kita sudah lunas semuanya.”
Sifat Widopo mudah marah dan curiga, terlalu berbahaya jika berhubungan dengan orang seperti ini.
Belum sempat dia merencanakan sesuatu padanya, kemungkinan sudah dikuliti duluan oleh Widopo.
Sehingga cara yang paling bagus adalah mencoba melepaskan diri sebisanya dari permasalahan ini.
“Saya pamit.”
Dia kembali duduk.
Tidak menghiraukan tatapan membara dari Widopo, setelah kakinya menyentuh lantai, langsung pergi tanpa menoleh.
Setelah keluar dar kamar, Samara bertabrakan dengan seorang gadis yang mengenakan gaun berwarna merah jambu.
“Apakah kamu adalah wanita yang disimpan kak Widopo di dalam rumah ini?” Ellen melotot marah pada Samara, “Kamu begitu jelek! Apa kamu pantas menggoda kak Widopoku?”
Padahal dia sama sekali tidak berbuat apapun!
Begitu tersadar dia langsung dimaki-maki dan dianggap rubah betina!
Samara menunjuk diri sendiri, dengan wajah bingung.
“Saya? Nona, saya bukan… kamu jangan salah paham.” Content bel0ngs to Nôvel(D)r/a/ma.Org.
“Salah paham?” Ellen menghentakkan kakinya kesal, “Kamu kira saya bodoh? Kamar ini adalah… Kak Widopo mengizinkanmu masuk, pasti kamu melakukan sesuatu yang buruk padanya!”
“Bisakah kamu tenang sedikit?” Mata bulat Samara menyipit, membantah, “Saya sudah bilang…”
Ucapan Samara belum selesai, Widopo keluar dari kamar, lalu merangkul bahu Samara.
“Ellen, panggil kakak ipar.”
Ellen masih berpikir semua ini mungkin hanya sebuah kesalahpahaman, tapi sekarang ucapan ini keluar langsung dari mulut Widopo, yang langsung menghancurkan semua angan-angannya.
“Kak Widopo, dia begitu jelek! Mengapa kamu….kamu mau menyukainya?”
Begitu ucapannya keluar.
Jari tangan Widopo langsung menangkap wajah kecil Samara, tatapannya meneliti wajah Samara.
“Apanya yang jelek? Saya malah merasa dia lebih cantik ratusan kali lipat darimu.”
Begitu perkataan itu diucapkan, mata Ellen langsung memerah, air matanya berderai.
“Kak Widopo, mengapa kamu melakukan semua ini padaku? Sejak kecil saya menyukaimu…saya begitu menyukaimu…”
Ellen melototi Samara, mengusap matanya lalu memutar badan dan berlari pergi.
Walaupun Samara tidak tahu dengan jelas hubungan antara Ellen dan Widopo, tapi dia dapat merasakan kesedihan gadis itu.
Kesakitan gadis yang hatinya dihancurkan oleh pria yang dicintainya.
Samara mengangkat matanya yang bulat, menatap dingin Widopo.
“Haruskah kamu menggunakan cara ini menolak gadis yang menyukaimu? Meskipun kamu tidak menyukainya, haruskan mengatakan dia lebih jelek dari saya, menyindirnya?”
“Saya hanya menganggapnya adik perempuan.” Widopo berkata, “Lagipula dia memang tidak secantik kamu, saya tidak menyindirnya.”
“Cukup, susah menjelaskan padamu.”
Samara mengibas tangan Widopo, pergi dengan tekad bulat.
Widopo menatap sosok punggung Samara, bertanya dingin pada Kiky.
“Katakan, saya berbuat kesalahan apa?”
“Tuan Muda, kamu ingin mendengar ucapan jujur atau ucapan yang enak didengar?”
Widopo melirik Kiky: “Ucapan jujur.”
“Tadi ucapanmu pada Ellen agak keterlaluan…” Kiky membuka mulut setelah mempertimbangkannya sekian lama, “Nona Ellen menyukaimu sekian tahun lamanya, meskipun kamu tidak menyukainya, janganlah mengucapkan kata-kata yang kasar.”
“Mengenai Ellen, mungkin saja saya salah.” Widopo mengepalkan tinjunya, tertawa tersembur tak tertahankan, “Tapi mengenai dia? Saya tidak ingin dia diundas Ellen, dia malah tidak menghiraukanku? Benar-benar tidak tahu diri!”
Mendengar ucapannya, Kiky terkejut.
Dia tidak tahu apakah hanya ilusi belaka?
Mengapa dia merasa bahwa majikannya yang penyendiri menyukai wanita