Antara Dendam dan Penyesalan

Bab 69



Bab 69

Selena selalu penuh semangat di mata Harvey. Ketika mendengar Chandra mengatakan bahwa nyawanya terancam, Harvey pun merasa agak bingung.

Chandra dengan cepat berjalan ke sisinya, lalu mengklik gambar hasil tes darah di ponselnya. Selain sel darah merah dan putih, ada pula berbagai data mengenai limpa dan sel lainnya yang

sedikit di bawah normal.

Harvey pun teringat suara memilukan Selena ketika dirinya pergi. Apa sebenarnya yang telah dilakukannya?

Harvey bagaikan orang yang kehilangan jiwa, reaksinya agak lamban. “Dia demam,” ujarnya. “Gawat, situasi ini harus segera ditangani secara medis.”

“Siapkan mobil!”

Harvey teringat, saat sebelumnya dirinya beberapa kali bertemu Selena, Selena selalu membungkus diri dengan jaket bulu yang tebal, benar—benar bertolak belakang dari Selena yangCcontent © exclusive by Nô/vel(D)ra/ma.Org.

hanya memakai jaket berbahan wol pada tahun-tahun sebelumnya.

Jadi ... dia sama sekali bukan berpura—pura.

Dia benar—benar sakit.

Tangan Harvey segera membungkus tubuh Selena berlapis—lapis, seolah sangat takut Selena terkena angin sedikit saja.

Pipi Selena sangat merah, terlihat menyedihkan, tetapi sekaligus juga imut.

Selena juga pernah mengalami demam’sebelumnya, bagaimana mungkin yang kali ini nyawanya dalam bahaya?

Saat menggendong Selena, Harvey baru menyadari bahwa berat badannya jauh lebih ringan daripada dulu. Jari-jari tangan Harvey puri kembali menegang.

Harvey langsung mengantarnya ke rumah sakit swasta malam ini juga. Hansen pun datang dengan membawa laporan tes darah sambil berkata, “Pak Harvey, aku sudah memahami kondisinya. Kondisi Nyonya sedang kritis, kita harus memberinya suntikan penambah darah

putih terlebih dahulu.” Dari awal, Harvey terus menggendongnya. Selena yang dalam keadaan linglung pun terus bergumam.

Dia tanpa sadar menutupi perutnya dengan satu tangan, satu tangannya lagi menjelajahi kehampaan. “Harvey, selamatkan aku, selamatkan anak kita,” katanya.

113 +15 BONUS

Tangan kanannya masih tertancap dengan jarum infus. Untuk mencegah jarum itu terjatuh, Harvey buru-buru menghentikan gerakan tangan Selena.

Selena menggenggam tangan Harvey, seolah—-olah tangan tersebut adalah harapannya satu satunya. Kecemasan di wajahnya kemudian perlahan-lahan menghilang, bibirnya pun mulai menyunggingkan senyuman. “Nak, Ibu akhirnya menemukanmu, apakah kamu menyalahkan Ibu karena tidak melindungimu? Sayang, jangan khawatir, Ibu akan segera datang menemanimu,” kata Selena.

Dengan raut wajah yang menjadi semakin tegang, Harvey memerintahkan, “Chandra, bawa anakku ke sini, katakan saja aku merindukannya.”

“Siap!” Harvey tidak pernah menjadi orang yang percaya pada takdir, dia hanya percaya pada dirinya sendiri dalam hidupnya.

Namun, pada saat ini, ketika dia mendengar kata—kata yang buruk itu terucap dari mulut Selena, dia pun mulai panik. Meskipun membenci Selena karena kematian adik perempuannya, tetapi Harvey tidak pernah menginginkan Selena mati!

Dengan segera, Harvey mengatur banyak jenis pemeriksaan kesehatan untuk Selena. Ketika demamnya sudah mereda, Selena akan segera menjalani pemeriksaan.

“Selena, kamu akan baik—baik saja. Aku tidak akan membiarkan sesuatu terjadi padamu.” Namun, kenyataan tidak sesederhana yang dia pikirkan. Hansen telah menggunakan segala macam cara, tetapi tetap tidak dapat menurunkan demam Selena.

Hanya akan ada satu hasil jika demamnya terus berlanjut seperti ini.

Yaitu kematian.

“Sialan! Kenapa demamnya tidak turun—turun?!” Dengan penuh kemarahan, Harvey

mencengkeram kerah Hansen dan berkata, “Kalau terjadi sesuatu padanya, akan kutarik kembali semua dana untuk tim peneliti kalian!”

Dengan perasaan serba salah, Hansen pun berkata, “Pak Harvey, kami bukan tidak ingin menyelamatkannya, tetapi Nyonya berada dalam kondisi khusus. Dia sendiri telah kehilangan keinginan untuk hidup..

“Omong kosong!” ujar Harvey dengan tatapan yang sangat dingin.

Wanita ini adalah sosok kuat yang tidak bisa dikalahkan, tekadnya sangat kokoh, apalagi masih ada Arya. Bagaimana mungkin Selena meninggalkan Arya?

Hansen menjelaskan dengan ekspresi tak berdaya, “Pak Harvey, kami bukan ingin menghindari 2/3

tanggung jawab. Berbagai fungsi tubuh manusia memang mengikuti otak. Keajaiban—keajaiban dalam dunia medis yang biasanya terjadi, sebagian besar adalah berkat keinginan yang kuat untuk bertahan hidup. Seharusnya Bapak dapat memahami hal ini. Jika tubuh berada di ambang kematian, tetapi masih ada tekad untuk hidup, barulah keajaiban bisa terjadi. Sedangkan

Nyonya... sudah menyerah untuk hidup, aku khawatir 3/3

Bab 70


Tip: You can use left, right, A and D keyboard keys to browse between chapters.