Bab 291
Bab 291
Sebenarnya, Selena tidak berniat untuk memberi tahu orang lain tentang masalah ini, tetapi karena Isaac selalu membantunya, bahkan untuk membuat rencana ke depannya, Selena jadi menceritakan semuanya.
Isaac terkejut setelah mendengarnya. “Jadi orang itu datang cuma untuk membuat Tuan Harvey memilih antara Kak Selena dan Agatha?”
“Ya, Isaac, rencana yang kamu buat membuatku tersentuh, tapi satu-satunya hal yang nggak bisa aku tinggalkan adalah hal ini. Dia telah merugikan Keluarga Bennett, merugikan ayahku, membuat hidupku terancam, dan membuat nama baik ayahku hancur. Tapi sampai saat ini aku bahkan nggak tahu siapa dia, lalu gimana aku rela pergi dari sini?”
Tanpa sadar, Selena mengepalkan tangannya erat—erat. “Setelah sekian lama dia merencanakan semua ini, baru sekarang dia berhasil menjalankannya. Dia sudah mengorbankan begitu banyak orang. Hatiku selalu terasa sakit tiap kali aku memikirkannya. Entah dosa apa yang sudah kuperbuat.”
Isaac berkata dengan enteng, “Mungkin yang salah bukan kamu, tapi memang ada orang yang nggak waras?” Selena menatap Isaac bingung. “Isaac, maksudmu?”
“Nggak, maksudku, Kak Selena ‘kan orang yang baik, mana mungkin kamu melakukan kesalahan? Kalau ada salah, ya pasti orang lain yang salah. Toh, di dunia ini memang ada orang yang sudah jahat sejak lahir.”
Selena menggelengkan kepalanya dengan putus asa. “Nggak gitu juga, kok.”
“Serius, Kak! Kak Selena adalah gadis yang paling baik di dunia ini. Kalau Harvey nggak menghargaimu, itu namanya dia yang buta.”
Isaac berkata lagi, “Kak Selena, kamu sendiri yang mengatakan kalimat itu sesaat sebelum kamu melompat ke laut. Harvey pasti akan terus menyelidiki kasus ini dan pasti akan menyelidiki lebih detail darimu. Jadi, untuk urusan ini, Kak Selena tenang saja, kebenaran pasti akan terungkap. Aku sendiri ingin membuat jarak waktu dengan Harvey, selagi saat ini dia masih fokus untuk melakukan pencarian, kita buat rencana lebih awal untuk meninggalkan Kota Arama. Kalau nggak, kita nggak akan bisa pergi dari sini kalau Harvey sudah menyadarinya.”
Selena yang kebingungan akhirnya mengambil keputusan. Dia menatap Isaac dengan wajah serius.” Isaac, bisakah aku percaya padamu?”NôvelDrama.Org owns all © content.
Isaac menggenggam tangan Selena. Telapak tangan pemuda itu tidak rata, bahkan ada banyak kapal di telapak tangannya, tetapi tersa bersih dan hangat.
Dia menatap mata Selena lurus—lurus. “Meskipun semua orang di dunia ini ingin menyakiti Kak Selena, +15 BONUS niatku yang ingin melindungi Kakak tidak akan pernah berubah.” 1
“Kenapa? Kita toh nggak punya hubungan kerabat atau lainnya. Apa lagi saat ini aku nggak bisa memberikan apa—apa padamu.”
Isaac tertawa ringan dan mengedipkan mata ke arah Selena. “Aku nggak mengharapkan apa—apa dari Kakak. Aku hanya ingin Kak Selena panjang umur dan bahagia selamanya.” (2)
Terlintas sebuah memori di kepala Selena, sebuah ingatan tentang hal yang dulu sekali pernah terjadi, tetapi saat ini sudah terlupakan.
Orang tua Isaac bercerai ketika dia masih kecil. Ayahnya sibuk dengan bisnisnya dan memiliki banyak wanita di sisinya dan mengakibatkan putranya kurang mendapat perhatian dari sang ayah.
Selena memungut Isaac yang seorang diri pada suatu malam tahun baru, saat ribuan lampu menyala.
Selena mengajaknya ke Kediaman Bennett dan melepaskan lentera kertas ke atas langit. Selena juga mengajarinya untuk menulis keinginannya di atas lentera kertas itu.
Waktu itu, Isaac bilang kalau dia tidak tahu apa yang harus di atulis.
Selena mengayunkan tangannya dan menulis beberapa kata.
Semoga panjang umur dan bahagia selalu.
Anak itu melihat lentera kertas itu perlahan-lahan menyatu dengan pemuda di depannya.
Sorot mata yang begitu polos itu adalah satu-satunya penghiburan Selena temukan di tengah penderitaan.
Selena mengangguk. “Isaac, aku paham. Penyakit ayahku sudah tidak bisa diulur—ulur lagi, berbeda dengan balas dendamku yang bisa menyusul karena aku selalu punya kesempatan selama aku masih hidup. Tolong bantu aku mengurus semuanya, aku ingin pergi dari Kota Arama ini.”
Isaac menggenggam tangan Selena dengan erat. “Oke.”